Trauma dan Pesimis
Ada hal yang membuat seseorang tidak mau melakukan sesuatu. Itu di picu karena ada rasa trauma. Trauma menciptakan tekanan sehingga seseorang tidak mau mengulangi apa yang pernah dilakukannya di masa lalu.
Sebagai manusia itu wajar. Tapi setiap orang punya tingkatan yang berbeda dalam menanggapi trauma.
Ada orang trauma naik motor karena sebelumnya pernah kecelakaan. Ada orang trauma ketinggian karena waktu kecil pernah jatuh dari genteng. Ada orang yang trauma traktir makan teman di restoran karena duit gajiannya langsung habis.
Ada orang trauma naik motor karena sebelumnya pernah kecelakaan. Ada orang trauma ketinggian karena waktu kecil pernah jatuh dari genteng. Ada orang yang trauma traktir makan teman di restoran karena duit gajiannya langsung habis.
Bahkan dalam dunia perbucinan, ada orang trauma dengan jatuh cinta. Entah apalah yang membuat dirinya seperti itu. Mungkin dia pernah di khianati dan di sakiti berkali-kali hingga pada satu momen, dia menganggap jatuh cinta sebagai sesuatu yang menakutkan dan jadi mara bahaya yang harus dihindari.
Dilain hal, saya pikir kita mesti bisa membedakan antara trauma dengan pesimis. Walaupun keduanya berkaitan, tetapi sumber penyebabnya berbeda. Trauma diakibatkan karena satu-dua kejadian yang menyakitkan. Sedangkan pesimis terlahir dari ketidakpercayaan diri.
Saya pikir, meski berbeda, ada hal-hal bisa mengaitkan antara keduanya. Pesimis sering dikonotasikan negatif. Oleh karenanya, orang bijak sering mengatakan "jangan pesimis!" karena itu akan menghambat diri seseorang untuk berkembang.
Namun, saya coba jelaskan kenapa pesimis ini berkaitan dengan trauma. Keduanya memiliki hukum kausalitas, saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.
Untuk beberapa sebab, pesimis bisa datang dari rasa traumatis yang mendalam. Trauma adalah bentuk penolakan untuk mengulangi sesuatu yang pernah kita lakukan. Kenapa terjadi penolakan? Karena ada hal yang menekan atau menyakitkan, entah sakit secara fisik atau psikis.
Lanjutan dari trauma akan bermuara pada rasa pesimis. Itu terjadi ketika seseorang di tuntut untuk tidak trauma. Atau, ada pihak yang berusaha mendorong agar dirinya bisa memyembuhkan rasa traumanya itu. Kemudian pesimis itu muncul. Merasa diri tidak yakin bisa melakukannya.
Kegagalan demi kegagalan yang pernah dialami telah masuk ke alam bawah sadar dan terngiang-ngiang di kepalanya sehingga ketika ingin mencoba lagi, memori buruk tentang kegagalan seketika naik kepermukaan.
Karena trauma dan pesimis saling berkaitan, proses untuk menyembuhkannya juga bisa dilakukan bersamaan. Rasa trauma dan pesimis perlu dilawan. Setidaknya kita perlu mencoba mengambil keputusan untuk keluar dari zona nyaman.
Dimulai dari keberanian dengan melakukan tindakan sederhana. Mencoba sedikit demi sedikit melakukan sesuatu yang selama ini kita takutkan. Dengan begitu, rasa trauma dan pesimis itu akan hilang dengan sendirinya. Mudah kan?
Mudah mata lo! Susah banget anjrit! Ngemeng doang mah gampang. Kalau mudah, saya enggak akan bikin artikel bacot kayak gini.
Sekian dan terima kasih.
Karena trauma dan pesimis saling berkaitan, proses untuk menyembuhkannya juga bisa dilakukan bersamaan. Rasa trauma dan pesimis perlu dilawan. Setidaknya kita perlu mencoba mengambil keputusan untuk keluar dari zona nyaman.
Dimulai dari keberanian dengan melakukan tindakan sederhana. Mencoba sedikit demi sedikit melakukan sesuatu yang selama ini kita takutkan. Dengan begitu, rasa trauma dan pesimis itu akan hilang dengan sendirinya. Mudah kan?
Mudah mata lo! Susah banget anjrit! Ngemeng doang mah gampang. Kalau mudah, saya enggak akan bikin artikel bacot kayak gini.
Sekian dan terima kasih.
Foto: Goodtherapy.org
Trauma dan Pesimis
Reviewed by DAFFA ARDHAN
on
Sabtu, Agustus 31, 2019
Rating: 5