[Review Buku] Abdurrahman Wahid “Islamku, Islam Anda, Islam Kita”
'Tuhan tidak perlu dibela' karena manusia yang sebenarnya membutuhkan pembelaan manakala menerima ancaman dan ketertindasan dalam berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Dengan demikian, aspek penting dalam pemikiran adalah membela orang-orang yang tertindas, karena Tuhan tidak mungkin ditindas. Inilah kunci pemikiran dalam buku Gusdur pasca-kelengserannya. - Ikhsan Ts.
Buku ini lahir mungkin ketika umur saya baru 8 tahun. Bahkan beberapa tulisan dibuat setelah beliau menjabat sebagai Presiden Indonesia. Walaupun terbilang agak lama, tapi sesuatu yang ajaib dari buku ini adalah adanya relevansi dengan kondisi sosial-politik kita sekarang.
Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur ini seperti punya ‘wangsit’ untuk menerawang kondisi indonesia jauh kedepan. Pemikirannya yang nyaris “melompat” jauh dari satu dekade terutama tentang pandangannya menghubungkan antara agama islam dengan lembaga negara meliputi kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya, keamanan, kesejahteraan serta penguatan nilai-nilai kebangsaan.
Sebagai mantan ketua umum PBNU, Gus Dur selalu mengedepankan terhadap nilai-nilai toleransi. Tentu kita ingat ketika masih menjadi presiden, Gus Dur memberikan kesempatan bagi warga tionghoa untuk dapat merayakan hari besar mereka, setelah bertahun-tahun terkekang olah larangan rezim terdahulunya.
Buku ini menggambarkan karakteristik Gus Dur dalam memandang islam sebagai rahmatanlil alamin. Serta mengajarkan kita bagaimana bersikap sebagai muslim yang tidak hanya menjadi contoh baik bagi sesama muslim lainnya, tapi juga jadi panutan bagi semua keyakinan.
Gus Dur juga secara tegas menyatakan tentang menguatnya kelompok fundamentalis yang ingin melembagakan syariat islam dalam tatanan legal formal negara yang justru di tolak mentah-mentah olehnya. Bahkan ketika tempo lalu pemerintah Jokowi memutuskan melarang ormas islam yang berideologi ‘anti-pancasila’, Gus Dur justru sejak belasan tahun lalu sudah menolak wacana tentang adanya pendirian khilafah ini.
Dengan gamblang, beliau merinci setiap peristiwa estafet kekuasan dari terbentuknya khulafaur Rasyidin, dinasti Ummayah, Abbasiyah sampai berakhirnya masa khilafah Turki Ustmani (ottoman) yang menunjukan adanya ketidaksesuaian dan ketidakkonsistenan untuk melembagakan syariat islam dalam sebuah negara. Hal ini menjunjukan bahwa konsep ‘negara islam’ tidak lebih dari sekedar tafsiran tunggal yang justru punya kecenderungan untuk memecah belah internal islamnya sendiri.
Bagi Gus Dur, tidak penting untuk mendirikan sistem negara islam. Yang lebih penting adalah membenahi pribadi muslimnya, bukan membenahi sistemnya. Jika umat muslimnya ‘baik’, maka sistemnya akan mengikuti menjadi baik. Karena hakekatnya, sistem apapun akan menjadi baik, jika orang-orang yang menjalankannnya (muslim) itu baik. Mudahnya kira-kira begitu.
Buku ini juga bisa memberikan referensi baru yang lebih luas dalam memperjuangkan nilai-nilai keislaman yang membumi seperti halnya jargon yang sering didengungkan oleh kaum Nahdliyin, Islam Nusantara.
Tulisan pendek ini mungkin tidak cukup mewakili dari keseluruhan isi buku. Tetapi mudah-mudahan bisa memberikan sedikit gambaran tentang apa yang berusaha Gus Dur sampaikan pada setiap tulisan-tulisannya. Selamat membaca!
+++
Judul: Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi
Penulis: Abdurrahmand Wahid (Gus Dur)
Penerbit: The Wahid Institute;
Cetakan: 1, Agsustus 2006
Tebal: 412
image via bukalapak.com/u/sarohmad_zilzaf
[Review Buku] Abdurrahman Wahid “Islamku, Islam Anda, Islam Kita”
Reviewed by DAFFA ARDHAN
on
Minggu, April 22, 2018
Rating: 5