Kenangan Tentang Hujan
Seperti cerita banyak orang, hujan bukan sebatas rintikan air yang jatuh ke bumi. Lebih dari itu, hujan selalu memberi kita kesan yang mendalam. Terlepas dari kedatangannya yang sering menganggu kita beraktivitas di luar ruangan, namun hujan jadi sebuah tanda keberkahan alam pada manusia.
Sebetulnya, saya tidak begitu tertarik untuk mencerita sisi lain dari hujan. Karena orang-orang logis seperti saya cenderung melihat hujan sebagai peristiwa alam saja. Tidak ada yang menarik darinya selain karena banyak orang yang mengkaitkan hujan dengan romantisme.
Itupun karena pengaruh film-film bergenre drama dan percintaan. Atau jika tidak, manusia-manusia indie, pujangga atau bahkan si puitis seringkali melihat hujan sebagai simbol kesedihan. Mungkin karena hujan di representasikan sebagai air mata seseorang.
Tulisan-tulisan indah soal hujan banyak saya temui. Tapi seumur hidup, saya belum pernah mendengar cerita tentang hujan dari orang-orang terdekat saya. Mungkin karena saya tidak memiliki lingkaran pertemanan yang punya ketertarikan yang sama pada hal remeh semacam ini. Sehingga kata hujan bukan sebuah topik yang bagus untuk di bicarakan.
Tapi suatu waktu, seorang komika sekaligus content creator Pandji Prawaksono pernah bercerita sedikit soal kenangannya tentang hujan. Ini yang kemudian menarik perhatian saya. Sebab saya merasa, "Nah! Akhirnya ada juga orang mau cerita kenangannya tentang hujan."
Seketika saya pun merasa bernostalgia tentang hal yang sama. Bahkan Pandji bukan saja curhat tentang kebahagiaannya setiap kali turun hujan, tapi dia ceritakan juga soal bagaimana hujan ini selalu membuat dia takut. Takut karena rumah yang dulu pernah di tinggali sering kebanjiran.
Setiap kali turun hujan, selalu muncul perasaan was-was karena ada kemungkinan hujan akan meluap saluran air sehingga membasahi isi rumah Pandji.
Bagi saya, hujan memang selalu memberikan sisi sentimental. Hujan selalu memberi ingatan yang berkesan sekalipun terkadang ada saja hal buruk yang terjadi saat itu.
Saya ingat ketika saya masih SD, saya dan ayah pernah terjebak di tengah hujan selama berjam-jam karena si mobil fiat jadul ini mogok. Untung saja waktu itu mobilnya sedang menyisi di pinggir jalan. Jadi tidak membuat jalanan jadi macet. Tapi waktu itu ada satu pintu mobilnya yang tidak bisa di tutup rapat.
Ketika mobil itu kembali berfungsi, saya harus memegangi gagang pintu mobil itu agar tetap bisa tertutup. Sudah basah kuyup, tangan pegal-pegal juga.
Selain itu, sejauh yang saya ingat, hingga kini rumah merupakan tempat yang paling meninggalkan kenangan paling buruk. Ini mirip seperti yang sering ditakutkan Pandji setiap kali hujan.
Beberapa kali rumah kami kebanjiran. Bedanya kalau ini banjir lokal. Banjir dimana saluran dari balkon rumah mampet dan membanjiri sampai dua lantai rumah. Itu kejadian paling meyebalkan sekaligus melelahkan. Anehnya, beberapa kali sudah pernah diperbaiki, tapi beberapa kali juga salurannya mampet lagi.
Terlepas dari segala macam malapetaka yang saya alami, sampai saat ini hujan selalu memberi saya ide. Hujan memang memberi kesan yang dingin, kadang mengharukan, kadang pula sendu.
Tapi ada banyak karya tulisan saya yang di tulis bertepatan saat hujan tiba. Dan itu jadi semacam mood boosters karena cuaca yang dianggap sendu ini, seringkali memberi banyak inspirasi baru dalam menulis.
Tidak ada komentar: