Kamu Berhak Ada Disana?

prosa



Di tengah malam, kamu asik menonton sebuah acara di televisi . Menyaksikan seorang artis sedang berlibur ke luar negeri. Dengan senangnya si artis menyantap makanan khas Eropa, lalu berwisata mengelilingi setiap penjuru kota. 

Di musim dingin, mereka memakai baju tebal, lalu berlari-lari di antara salju yang memenuhi jalanan. Mereka bergidik kedinginan, tapi kamu yang melihat acara itu malah kepanasan. Panas karena iri dengan kebahagiaan mereka. 

Kamu bertanya-tanya. Kenapa mereka bisa semudah itu ke Eropa? Padahal sejak lama kamu ingin pergi kesana. Namun karena terkendala biaya dan bahasa, menginjakan kaki di atas hamparan salju cuma mimpi belaka. 

Kamu kesal. Kamu ambil remotmu dan menggantinya ke channel TV lain. Lalu kamu melihat acara gosip tentang sepasang artis yang akan segera menikah. Wartawan pun mengulik soal keromantisan mereka selama ini. 

Mereka tampak bahagia, tapi kamu yang menontonnya malah merana. Kamu iri dengan mereka. Kamu bertanya-tanya. Kenapa kisah cintamu tak seperti mereka? 

Pernikahan adalah mimpimu sejak lama. Namun hubunganmu dengannya sudah berhenti di tengah jalan. Jangankan bicara pernikahan, pasangan yang setia pun tak pernah jadi kenyataan. Hatimu kini penuh kekosongan. Tak ada chat manis darinya atau dering telepon yang menyahut setiap malam. 

Kamu ambil remot itu lagi dan mengganti ke TV channel lainnya. Lalu kamu melihat seorang pria pas-pasan, mulutnya kasar, tapi dia terkenal, viral karena tingkahnya yang bodoh. 

Meski kamu kesal melihatnya, namun kamu tahu bahwa dari kebodohannya, isi rekening orang itu mungkin 100 kali lipat dari gajimu sekarang. 

Kamu bertanya-tanya. Kenapa nasibmu semenyedihkan ini? Kenapa yang kamu lihat di televisi adalah kebalikan dari hidupmu saat ini? Kamu belum bisa menerimanya. Kamu merasa lebih berhak mendapatkan apa yang orang lain dapatkan. 

Kamu merasa lebih berhak pergi keluar negeri, mendapatkan pasangan yang baik, atau memiliki isi rekening yang banyak digit angkanya. 

Namun kamu baru sadar, semua hal yang membuatmu iri sebetulnya hanya penyakit hati. Seharusnya kamu bisa lebih banyak mengurangi egomu, menurunkan rasa irimu itu. Kemudian kamu mulai menemukan jalan keikhlasan disana. Jalan yang memang seharusnya kamu lalui. 

Kenapa harus iri dengan bahagia mereka? 
Kenapa harus terobsesi dengan dunia? Kenapa harus keras kepala dengan keinginanmu yang fana? 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.