Demonstrasi Tebang Pilih


demonstrasi
ilustrasi demonstrasi via thetanjungpuratimes.com
Aksi-aksi heroik di negara-negara yang menganut sistem demokrasi bisa kita temui lewat sebuah aksi yang dinamakan demonstrasi. Kenapa? Karena lewat aksi itu kita bisa melihat betapa niatnya orang-orang berjalan, berpanas-panasan, bawa spanduk, kadang bawa ban mobil, minyak tanah, bendera tauhid, bendera slank, perabotan dapur, bambu, atau properti-properti lain yang mendukung dan ‘nyambung’ dengan tema demonya. ngapain? Mereka mau pindahan rumah? 

Bukan! Mereka sedang beraspirasi. Mengungkapkan uneg-uneg mereka. Ada sesuatu kebijakan yang menurut mereka kurang beres sehingga pemerintahan harus di demo. Harapannya pemerintah akan merespon, tapi sadarkah sodara-sodara sekalian bahwa output yang didapat seringkali mengecewakan? Coba hitung dari belasan atau puluhan demonstrasi yang pernah dilakukan di Indonesia. Apa sudah ada yang terealisasi? Ada, tapi mungkin bisa dihitung dengan jari. cabar yaa, tetep cemangat.

mungkin kesalahannya bukan cuma ada di pemerintahnya, tapi ada di pihak demonstran-nya juga. Sebab kita lihat selama ini, demonstrasi sebagian besar hanya melibatkan oleh rasa yang terlalu menggebu-gebu, terbawa emosi, merasa jadi pahlawan, merasa paling peduli tapi kenyataanya hanya jadi pahlawan kesiangan. Padahal dalam demonstrasi harusnya ada kajian atau diskusi terlebih dahulu. Bukan asal demo.

Masih ingat beberapa waktu lalu sekelompok Mahasiswa protes BBM naik, pemerintah dianggap tak bela rakyat kecil. Rakyat kecil yang mana? Lah yang naik cuma pertamax aja. Memangnya rakyat kecil pakai pertamax? ada juga demo harga cabe-cabean naik, padahal petani banyak gagal panen, lah pemerintah ikut disalahkan juga?

Kemudian, Ada demonstrasi membela hak-hak petani. Itu bagus. kita dukung. Tapi sayangnya konsepnya konyol. Men-cor atau menyemen kaki selama berhari-hari. Lah, mereka sholat ga? Wudhunya sah ga? Demonstrasi boleh, mati-matian boleh. Tapi jangan menyakiti diri sendiri dengan hal-hal konyol seperti itu. Masih banyak cara yang lebih elegan agar demonstrasi bisa nyambung dengan tema aksi demo-nya. Menyakiti diri sendiri dengan menyemen kaki sama saja cari mati. Lah siapa yang mau mati? Tuhan tidak menyuruh manusia untuk menyakiti dirinya sendiri bahkan bela-belaan panas-panasan, tidak makan, dan tidak sholat. naudzubillah.

Lalu, ada Mahasiswa yang merasa peduli atas aksi itu. Mereka ikut melakukan aksi atas kematian seorang petani yang menyemen kakinya di depan Istana Negara. Kita merasa terharu. Keren? iya. Luar biasa? Iya. Biasa diluar? Ya Masuk angin. Tapi masalahnya kenapa setelah ada peserta demo yang meninggal baru ada aksi. Dulu kemana aja wahai pahlawan kesiangan ? Apa bila tidak ada korban, aksi mahasiswa ini tidak akan pernah ada? Wallahualam

Aksi demonstrasi selama ini pilih-pilih kasih. ada kasusnya kecil, tapi demonya besar-besarnya sampai berjuta-juta massa. Perlu contoh? Kasus ahok. Ada juga kasusnya besar tapi aksi demonya sepi alias tidak sama sekali. Perlu contoh? Kasus pemerintah Vs Freeport. Dalam kasus ini tidak ada tuh yang namanya AKSI BELA PEMERINTAH dalam melawan freeport. Padahal sudah berpuluh-puuh tahun Indonesia diinjak-injak oleh asing dan pemerintah sedang membela hak-hak rakyat Indonesia tapi sayangnya rakyatnya sendiri merasa (seperti) ga peduli. 

Ada lagi yang terbaru kasus mega korupsi E-KTP. Kita berharap rakyat Indonesia terutama mahasiswa bergerak membuat aksi-aksi besar untuk mendukung KPK memberantas korupsi yang merugikan uang negara dan secara tidak langsung telah menyengsarakan jutaan rakyat Indonesia. Apa mahasiswa yang katanya agen perubahan itu akan buat aksi seperti itu? Hanya Tuhan dan rumput yang bergoyang yang tahu.

Ya, kita telah melihat kenyataan bahwa sekarang ini demonstrasi hanya tebang pilih. Dimana mau demo aja harus milih-milih dulu, mikir-mikir dulu, kira-kira apa aksi demonstrasinya keren atau tidak. Apa sudah ada korban atau tidak, Bakal diliput sama media atau tidak, kasusnya besar atau tidak, ada nasi bungkusnya atau tidak, bayarannya besar atau tidak dan bertimbangan-bertimbangan lainnya. Miris. Tapi ya sudahlah. mungkin sedang jaman-jamannya menjadi pahlawan kesiangan. 

Semoga ini jadi intropeksi diri bagi kita semua.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.