Kehidupan Tanpa Privasi

mem foto tempat-tempat dimana kita berada
semua harus tahu kita ada dimana (via pixabay.com)
Teknologi telah mengubah diri manusia menjadi sosok yang berbeda dengan manusia-manusia terdahulu. Di-era modern seperti sekarang, banyak sekali perangkat teknologi yang telah dimanfaatkan untuk memperlihatkan kehidupan setiap orang. Melalui sebuah aplikasi, manusia modern tak sungkan untuk membagikan kegiatan sehari-harinya. Itu semua dilakukan dengan senang hati dan sadar diri.

Sekarang momen-momen indah bersama orang-orang terdekat, keluarga, saudara, pacar, mantan, selingkuhan, bisa diketahui oleh banyak orang lewat media sosial. Rasanya tak tahan bila tidak mengabadikan mome-momen bahagia itu ke Instagram. Kita senang dengan apa yang kita lakukan. Apa yang kita kejar? Ribuan like dan pujian lewat komentar. 

Orang-orang jaman sekarang telah melanggar batas-batas privasi sampai kebablasan. Namun, kita tak pernah mempermasalahkannya. toh mugkin tak ada yang dirugikan juga. Lantas apa masalahnya? kita lupa bahwa kebahagian yang selama ini dirasakan tidak semuanya harus diumbar. Walaupun kita senang dengan hal itu namun ada kebahagiaan yang esensinya pasti berbeda.

Sebagian orang terdahulu memutuskan liburan di puncak. Menikmati sejuknya perkebunan, meminum teh panas, membakar daging asap dan disantap bersama-sama. Sekarang? Sebagian orang pergi ke puncak bukan untuk menikmati suasana baru, namun lebih prefer untuk berfoto-foto. Mengabadikan momen dengan latar perkebunan lalu menguploadnya media sosial. Ya, cara kita menikmati sebuah momen telah berbeda.

Orang-orang jaman sekarang telah dibudaki oleh narsime teknologi. Prinsipnya, semuanya harus diperlihatkan, semua orang harus tahu. Bahkan sebuah kebaikan yang telah kita lakukan bisa jadi abu-abu. karena kebaikan dan ria (pamer) menjadi sulit dibedakan.  

Dengan kehidupan tanpa privasi, semua orang tahu kita pagi ini makan apa. Bahkan di masa depan, mungkin teknologi akan mengubah hal paling privasi menjadi go public, seperti halnya orang-orang akan tahu kita buang air besar pukul berapa, menguap pada menit ke berapa, sampai berapa kali kita ngupil dan lain sebagainya. Itu bisa saja terjadi.

Miris ketika banyak orang lebih suka berdoa di media sosial daripada berdoa di tempat ibadah. Ya, ternyata berdoa pun harus di umbar. Berdoa yang selama ini menjadi kegiatan paling personal antara seorang hamba dengan Tuhannya. Namun sekarang semua orang bisa mengetahuinya. 

Kita senang berdoa di media sosial, padahal Tuhan tidak pernah main Facebook atau Instagram. Kita berdoa di media sosial seakan doa tersebut lebih mujarab dikabulkan daripada berdoa di tempat ibadah seraya menengadahkan kedua tangan setelah sholat.

Pada akhirnya kehidupan tanpa privasi telah menjadi gaya hidup. Mudah dirasakan namun sulit dipisahkan. Kehidupan personal tidak lagi tabu untuk diperlihatkan. Narsisme berlebihan menjadi hal wajar. Kini, privasi bukan lagi sesuatu yang berharga. 

 “...kehidupan pribadi seharusnya tetap berada di ranah yang personal. Bahwa nilai-nilai dan keyakinan diri seharusnya dijalani, bukan dipamerkan.”--Chitra Divakaruni.









Diberdayakan oleh Blogger.