CERPEN: Tuan Jambul dan Unta Cerdik


Alkisah, di negeri 1001 malam ada sebuah unta yang dapat berbicara dengan manusia. Dan unta tersebut adalah milik seorang tokoh cerdik yang amat terkenal pada zaman itu, yakni siapa lagi kalau bukan tuan jambul alias Abu Nawas. Julukan tuan jambul ini disebabkan karena kebiasaan Abu Nawas yang suka memotong rambutnya dengan model jambul. Hingga semua orang menjulukinya seperti gaya rambutnya. Dan juga kelebihannya yang berupa kecerdikan yang luar biasa. Seakan-akan tidak ada tokoh yang terkenal cerdik kecuali Abu Nawas, Si tuan jambul ini.

Pada suatu ketika, Tuan jambul alias Abu Nawas mengajak untanya untuk pergi mengembara. Setelah berpamitan terlebih dahullu kepada istri tercintanya, berangkatlah ia dengan si unta lengkap dengan perbekalannya. Mulailah ia menyusuri gurun pasir gersang dan panas sekali di iang hari. Apabila malam tiba dingin yang luar biasa menusuk sampai ke tulang.

Perjalanan yang cukup jauh membuat tuan jambul dan untanya merasa kelelahan. Dibawah terik mentari keduanya beristirahat di samping batu besar dekat pohon kaktus. Berbicaralah si Unta kepada majikannya, “Tuan apakah perjalanan kita masih jauh?”
“iya, kita harus melewati dua gurun pasir lagi. Setelah itu kita baru akan tiba di sebuah desa terdekat. Setelah sampai di desa tersebut, baru kita bisa beristirahat lebih lama di sebuah penginapan yang aman dan nyaman,” jawab tuan jambul yang masih nampak kecapaian.

Setelah beberapa saat beristirahat, keduanya mulai melanjutkan perjalanannya kembali. Matahari pun perlahan-lahan mulai condong ke barat. Awan pun semula biru, berubah menjadi jingga sampai berubah lagi menjadi gelap, tanda malam telah tiba. Tuan jambul pun menghentikan perjalanannya untuk sementara. Dia mendirikan sebuah tenda untuk berteduh dan tidur sepanjang malam itu.

Malang bagi si Unta, karena ia tidak dibolehkan tidur di dalam tenda. Dan hawa dingin pun perlahan-lahan mulai terasa menusuk. Tuan jambul tidak memperbolehkan si Unta tidur di dalam tenda karena tendaya memang kecil dan hanya muat satu orang saja.

Malam mulai larut, udara juga semakin dingin menusuk tulang. Di dalam tenda terdengar suara dengkuran tuan jambul yang tertidur sangat nyenyak. Sedang si Unta yang berada diluar tenda sama sekali tidak bisa tidur. Badannya mulai mengigil kedinginan. Ia mulai berpikir, kalau terus begini dia besok akan sakit dan tidak dapat melanjutkan perjalanan. Ia harus bisa tidur di dalam teda.

Tengah malam, si Unta membangungkan sang majikannya dan berkata, “tuan, saya kedinginan. Ijinkan saya menitipkan ujung kaki saya masuk ke dalam tenda. “tuan jambul pun merasa tidak keberatan. Karena ujung kaki itu tidak akan mengganggu tidurnya sama sekali.

Setelah satu jam kemudian, si Unta berkata lagi, “tuan, saya sangat kedinginan. Ijinkan saya memasukan kaki depan saya ke dalam tenda agar besok saya kuat berjalan membawa tuan di atas punggung saya.”
“benar juga,” pikir tuan jambul. Ia pun mengizinkannya.

Satu jam kemudian si Unta berkata lagi, “tuan hidung saya mulai berair, besok saya akan sakit dan tidak bisa membawa tuan diatas punggung saya. Ijinkanlah kepala saya berada di dalam tenda. Isyaallah besok saya akan kuat kembali.”

Demikianlah, akhirnya jam demi jam, si Unta tertidur nyenyak di dalam tenda sedangkan tuannya berada diluar tenda tanpa disadarinya. Ia merasa menggigil kedinginan. Sampai pagi pun menjelang. Dia baru menyadari bahwa dirinya tertidur di luar tenda. Melihat untanya yang masih tertidur di dalam tenda, sang majikan pun membangunkannya.
“hai unta,” bentak tuan jambul.
“mengapa kamu membiarkan aku tertidur diluar tenda, sedang kamu nyenyak tidur di dalam tenda, “ ujar tuan jambul agak kesal.

Si Unta pun bangun. Sambil menggosok-gosok matanya ia tersenyum. Dijawabnya perkataanya tuannya, “saya kan tidak mengisir tuan. Dan tuan juga memperbolehkan anggota tubuh saya masuk ke dalam tenda. Ini saya lakukan agar hari ini saya kuat menggendong tuan di atas punggung saya untuk melanjutkan perjalanan.”

Sambil bersin-bersin, tuan jambil berkata, “kau memang unta yang cerdik. Aku yang biasanya dikenal orang paling cerdik ternyata masih bisa kau kalahkan.”

Si Unta pun menjawab dengan merendahkan diri, “saya begini kan juga karena berguru pada tuan.”

Dan tuan jambul alias Abu Nawas mendengar jawaban untanya itu hanya bisa tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Dalam hatinya berkata, kita tidak boleh sombong atas kelebihan apa yang ada pada diri kita. Sebab suatu ketika masih ada yang lebih cerdik. Dan seberapa pun cerdiknya kita, sebagai manusia masih saja ada kelemahannya. Untuk itu apakah pantas kita menyombongkan diri kita, kalau dengan unta saja kita bisa diakali.


Note: diambil dari buku “Abu Nawas Mau Terbang” karya Aziz Mushoffa (hal.3-7)














Diberdayakan oleh Blogger.