Cerpen: Vina yang Malang

Ilustrasi hutan via kusindragallery. Blogspot.com

Cerpen by Daffa ardhan

Tiga anak kecil sedang bermain di sebuah hutan. Mereka asik bermain berlarian-larian. Doni, Sera, dan Vina saling berusaha berlari paling cepat, saling menyusul.

"Yang paling belakang harus mentraktir kami makanan ya." kata Sera yang berlari paling depan. Ia berniat untuk mengerjai Vina karena hari ini ia sedang berulang tahun.

Ia tahu kalau diantara mereka bertiga, Vinalah yang larinya paling lambat. Ditambah dengan badannya yang paling besar membuat dia harus bersusah payah berlari mengejar teman-temannya. Sedangkan Doni, yang berada di belakang Sera, tertawa-tawa melihat ekspresi Vina yang tampak kelelahan.

Vina tak habis pikir, kenapa Doni masih bisa tertawa saat berlari-larian seperti itu. Padahal baginya, jangankan tertawa, untuk sekedar menggerakan bibirnya pun sulit. Mulutnya kaku dan nafasnya tersenggal-senggal.

Ketika mereka meyadari bahwa Vina sudah tertinggal jauh, mereka mulai melambatkan larinya. Mereka melihat kebelakang namun mereka tak melihat Vina.

"Kita hampiri saja Vina, mungkin dia kecapean." usul Doni, tanpa bicara mereka segera berbalik arah mencoba menghampiri Vina yang tertinggal jauh.

Mereka sudah berlari cukup jauh, namun mereka belum juga bertemu Vina. Mereka khawatir akan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi padanya. Doni berkata kalau sebaiknya mereka berpencar.

Belum sampai melangkah, mereka mendengar suara teriakan dari suatu tempat. Mereka sangat mengenal suara itu. ya, itu suara Vina. Mereka segera mencari asal tersebut. Kemudian Doni menemukan sebuah lubang besar mencurigakan. Dia langsung memanggil Sera untuk mendekati lubang itu dan menemukan seseorang didalamnya. "Vina!! kamu Vina kan!?"

"Iya. Teman-teman, tolong aku!"

"Kenapa kau ada disana?" Kata Doni.

"Aku tidak tahu, tiba-tiba aku terperosok kesini."

"Tenang Vina! Aku akan segera menolongmu." teriak Doni mencoba menolongnya. Ia mencari kayu yang berukuran cukup besar namun yang ada hanya ranting-rating yang patah. Lubang itu cukup dalam. Sekitar 3 meter. Dan mereka mulai panik.

Deni membalikan wajahnya ke belakang, Melihat Sera yang sudah berlari menjauhi mereka. Deni berpikir Sera akan segera mencari bantuan.

"Sera! Jangan lupa Bawakan kami tali."teriak Doni pada Sera.

Doni mencoba menenangkan Vina yang badannya tampak dilumuri lumpur. Sambil menunggu, Doni terus memanggil Vina memastikan ia baik-baik saja. "Vina, kau baik-baik saja?"

mulutnya sangat pucat. bibirnya bergertar bergigil karena kedinginan, "Iya, Doni. Aku tidak apa-apa. Hanya saja disini dingin. Aku mulai kedinginan."

Hari mulai gelap, Doni mulai tidak bisa melihat keadaan Vina disana sebab pencahayaan yang terbatas. Belum ada tanda-tanda akan akan ada bantuan. Sera belum juga datang.

"Vina. Kau baik-baik saja?" Kata Doni. Badannya tengkurap dan kepalanya mengintip ke lubang berusaha melihat Vina.

"Iya. Aku tidak apa-apa. Apa Sera sudah datang?"

"Belum." Sahut Doni.

Vina menyenderkan badannya yang sudah sangat lemas itu ke dinding tanah lubang tersebut. Ketika Doni kembali memanggil namanya ia hampir tak bisa menjawabnya. Ia sudah tak sanggup lagi berbicara.

Kemudian Doni memanggil lagi nama Vina. Ia panik karena tak ada sahutan darinya.

"Vina! Vina! Kau baik saja? Vina! Vina! Kau baik saja?" Teriak doni sambil terus mengukang kata-kata yang sama. Namun,Tak ada sahutan darinya. Ia berpikir untuk melemparkan sebuah batuan kecil ke lubang itu untuk memastikan Vina masih tersadar. Tapi sayangnya tetap tak ada tanda-tanda suara darinya. Doni pun semakin panik.

**

Matahari sudah tidak terlihat. Kegelapan mulai menguasai langit. Sera, sedari tadi hanya mendekap dikamarnya. Seluruh badannya bergetar, hidungnya sesekali terisak dengan air matanya terus bercucuran.

Ia tahu, Vina sedang butuh bantuan. Doni pun pasti akan sangat marah karena tak menempati janjinya untuk meminta bantuan. Orang tua mereka pasti akan sangat khawatir karena kedua temannya belum juga pulang.

Ia teringat dengan almarhum ayahnya, 4 tahun lalu yang meninggal karena kejadian yang sama persis seperti yang terjadi pada Vina saat ini. Waktu itu, Vina tak bisa menolong ayahnya. Ia terlalu panik. hanya bisa merengek nangis dan tidak tahu harus minta bantuan kemana karena saat itu ia tak hafal jalan pulang. Sampai akhirnya bantuan datang.

Namun sayangnya ayahnya tak selamat. Selepas ayahnya meninggal, ibunya sudah melarangnya bermain di hutan. Namun ia melanggar larangan itu.

Ibunya berkata, 'jangan sekali-kali lagi ia main ke hutan' katanya. Sudah ada 5 orang, termasuk ayahnya meninggal karena terjebak di lubang-lubang misterius itu. Anehnya, korban yang terjebak akan merasa lemas  dan tak lama kemudian meninggal.

Sera menutupi telinganya rapat-rapat. Seolah-olah ada seseorang yang berbisik padanya. Teriakan Vina yang meminta tolong mengingatkan ia pada memori buruk. Ia benar-benar merasa bersalah karena telah mengajaknya main ke hutan. Ia tak sanggup mengingat-ngingat lagi.

"Sera, kau sudah makan?"panggilan ibunya dari ruang tengah. Ia mengulang kata-kata yang sama, namun tak ada jawaban dari Sera.

Kemudian terdengar suara yang mengetok pintu rumah. "Assalamualaikum.. Assalamualaikum."

"Iya sebentar.."kata ibu Sera.

Dari pintu terlihat dua orang ibu. Mereka adalah ibunya Doni dan Vina. Dengan cemas mereka berkata, "Apa anak kami ada disini?"

"Oh, kupikir mereka sudah pulang. Soalnya anak saya juga sudah pulang dari tadi siang."

"Wah, tadi Doni bilang pada saya kalau dia akan makan bersama di rumah Sera."kata ibunya Doni.

"Iya, Vina juga sama. Katanya dia akan main ke rumah Sera untuk makan bersama."Timpal ibunya Vina.

"wah, saya tidak tahu."

"Sekarang Sera dimana?"

"Dia ada dikamarnya."

Kemudian mereka memutuskan untuk menghampiri Sera.

"Sera, kenapa kamu menangis?" Tanya ibunya.

"Kemana Doni dan Vina? Katanya kau akan mengajaknya makan bersama disini." lanjut ibunya.

"Vina bu," kata Sera seraya memeluk ibunya erat.

"Vina kenapa? Hah?"

"Dihutan bu, seperti ayah dulu."

Wajah ibunya berubah pucat. Ia tahu maksud perkataan Sera padanya. Vina dalam bahaya.

"Lalu Doni kemana?"

"Ia menunggu Vina disana, bu."

Dengan perkataan yang keluar dari Vina, Ibunya geram. Ingin sekali ia menghukum anaknnya karena membiarkan 2 temannya di hutan. Namun ia berpikir tak ada waktu untuk itu. Saat ini ia harus segera mencari bantuan warga. Dengan cepat, mereka segera mengubungi pak RT dan memberi tahu warga lainnya.

Sekejap, puluhan warga sudah berkumpul. Membawa obor, lampu penerangan serta peralatan yang di rasa bisa membantu. Sera bersama ibunya, berada di barisan paling depan menuntut warga ke lokasi dimana Vina dan Doni berada. Tak berlangsung lama, mereka semua sudah menemukan lokasi yang dicari.

"Itu Doni!" Kata Sera.

Ia melihat Doni sudah terkujur kaku di sisi lubang itu. Spontan, ibu Doni segera mengangkat badannya. Menepuk pipinya, berusaha menyadarkannya.

"Doni! Doni! Kau tidak apa-apa, nak" kata ibunya. Doni membuka matanya.

"Vina bu, Vina. Kasihan dia.."kata Doni dengan lemas.

Salah satu warga menyorotkan senter ke arah lubang itu. "Itu Vina!" Teriak warga.

Para warga segera ambil posisi. Mereka membagi-bagi tugas. Salah satu satu mengikat sebuah tali ke pohon. Lalu ada satu warga yang masuk ke lubang tersebut seraya memegang tali. Vina yang tak sadarkan diri, diangkat oleh warga seraya naik ke atas dengan  bantuan yang tali yang ditarik oleh warga lainnya.

Ibunya Vina teriak histeris melihat anaknya tak sadarkan diri. Badannya dilumuri lumpur, badannya kaku. Ia mencoba menyadarkan Vina. Mengecek nafas, denyut nadi dan memeriksa detak jantungnya. Tapi semua sia-sia. Vina telah tiada.

Malam semakin gelap. Hujan deras belum juga berhenti. Mungkin langit pun ikut menangis, begitu katanya. Malam itu menjadi malam yang panjang yang sulit untuk dilupakan bagi semua warga, termasuk Sera. Ia selalu berharap ini adalah mimpi buruk. Kemudian ia ingin sekali terbangun dari mimpi buruk itu, namun tak bisa.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.