Menjadikan Ketakutan sebagai Kekuatan

Menjadikan ketakutan sebagai kekuatan

Saya selalu percaya bahwa dalam mencapai target atau sebuah mimpi, motivasi yang besar saja tidak cukup. Perlu hal lain yang lebih penting seperti konsistensi dan disiplin. Tapi dua hal itu tidak bisa terjadi jika tidak ada komitmen dalan diri kita. Membangun komitmennya itulah yang jadi halangan banyak orang, termasuk saya.

Tapi ada hal yang berubah dari diri saya selama tahun 2020 ini. Saya baru percaya bahwa setiap orang harus punya ketakutan untuk mendorong dirinya lebih kuat mencapai target yang ingin di capai. Ketakutan bisa membuat seseorang terpaksa melakukan sesuatu. Namun di sisi lain orang akan berhasil mengeksekusi apa yang ingin dia lakukan.

Seseorang yang tidak biasa berlari akan terpaksa lari sangat cepat kalau sedang di kejar anjing. Atau dalam satu cerita lucu, ada orang yang kesulitan berjalan karena kakinya sakit setelah jatuh dari sepeda.

Namun ketika ada gempa, dia sanggup berjalan dengan susah payah keluar rumah. Bahkan bukan hanya jalan, dia bisa lari sekencang yang dia biasa.

Dari cerita tersebut ada pelajaran yang bisa kita ambil yakni dalam keadaan terdesak, seseorang mampu melakukan hal yang sebelumnya tidak pernah orang itu lakukan.

Hal itu terjadi karena adanya ketakutan dalan dirinya. Orang itu takut kalau sampai ada seekor anjing mengigitnya. Maka dari itu dia lari sekuat tenaga. Orang yang kesulitan berjalan, seketika bisa berlari cepat ketika ada gempa karena takut kalau-kalau rumahnya rubuh.

Ketika saya punya mimpi ingin melakukan satu hal, motivasi memang harus ditumbuhkan. Motivasi jadi alasan saya untuk bergerak. Namun dalam kondisi tertentu, motivasi bisa hilang dalam waktu singkat.

Motivasi bisa lenyap karena mood, malas, atau merasa apa yang telah dilakukan sia-sia. Sebagai alternatifnya, saya merasa ketakutan yang saya punya bisa jadi kekuatan yang membuat saya kuat menjalani konsistensi dan kedisiplinan yang kadang membosankan.

Saya coba merenungi hal-hal yang saya takutkan dalan hidup. Terutama hal yang berhubungan dengan mimpi saya. Saya ingin jadi penulis. Kalau satu waktu saya malas menulis, saya coba memanggil memori tentang ketakutan saya selama ini.

"Kalau saya tidak menulis hari ini, di masa depan saya tidak akan jadi penulis yang saya inginkan. Kalau saya tidak menulis, saya mau jadi apa? Saya tidak punya keahlian lain. Saya tidak punya skill yang bisa saya asah selain menulis. Kalau saya tidak menulis, saya akan menyesal seumur hidup saya."

Kurang lebih itu kalimat yang saya katakan kalau saya sedang malas menulis. Sebetulnya kata-kata itu hanya sepenggal ketakutan yang saya coba sugestikan pada pikiran agar saya kembali semangat menulis.

Lebih jauhnya lagi, saya selalu mendorong rasa takut yang ujungnya akan membuat saya merasa bersalah kalau saya tidak menyempatkan menulis setiap hari.

Keliatannya memang aneh. Tapi cara itu cukup efektif untuk membuat saya dipaksa untuk nulis. Meski awalnya terlihatkan dipaksakan, tapi kalimat-kalimat yang "menakutkan" itu bisa mendorong saya tidak melanggar komitmen saya.

Tentang ketakutan ini, sebetulnya saya dapat dari kata-kata Pandji Pragiwaksono. Waktu itu ada seorang comika bertanya, "Bagaimana melawan rasa malas?" Lalu Pandji bertanya lagi, "Malasnya karena kenapa?"

"Ya malas aja, ga punya ide, ga punya semangat nulis bit-nya dst." Yup, kurang lebihnya seperti itu. Pandji kemudian menegaskan kalau jangan-jangan alasan dia malas menulis materi komedinya karena tidak punya ketakutan besar dalam hidupnya. Padahal penting bagi seseorang untuk punya ketakutan besar andaikan keinginannya tidak terwujud.

Saya bisa bayangkan kalau saya punya mimpi besar menjadi koki profesional misalnya, tapi saya tahu mimpinya tidak akan tercapai. Kecewa? Tentu saja. Nah, rasa kecewa itu yang harus dipelihara menjadi sebuah ketakutan. Jadi bagaimana caranya agar kecewa itu tidak datang? Maka saya harus kerja keras. Jangan malas.

Menurut Pandji, pada dasarnya seseorang itu bergerak melakukan sesuatu karena dua hal, yaitu anxiety (ketakutan) dan desire (keinginan). Kalau keinginannya sudah tinggi, tapi masih malas, ada kemungkinan ketakutan itu belum muncul atau tidak dimunculkan dalam diri seseorang.

Ketakutan itu bisa berupa banyak hal. Takut jadi orang bodoh maka kita berusaha belajar dengan giat. Takut miskin maka kita berusaha cari uang ekstra keras. Takut harga dirinya di injak atau di hina-hina, lalu ingin membuktikan kalau dia bisa jadi orang sukses.

Dan menciptakan ketakutan dalam diri itu cukup efektif untuk mebangkitkan semangat mengerjakan sesuatu. Karena ketakutan itu bisa memaksa seseorang untuk bergerak melawan semua godaan malas atau hal lainnya.

Dengan membayangkan hal buruk yang akan terjadi di masa depan memang terlihat jadi sebuah ketakutan yang tidak masuk akal. Tapi jika saya ambil sisi positifnya, ketakutan tersebut bisa membuat kita lebih siap dan memberi kesempatan untuk merencanakan segala sesuatunya lebih awal.

Jadi, seperti kata Pandji, alasan kenapa masih malas, menunda-nunda, atau tidak semangat melakukan sesuatu padahal kita punya mimpi yang ingin dicapai. Jangan-jangan kita tidak punya ketakutan yang besar pada mimpi atau kehidupan kita di masa depan. Apa hal ini juga terjadi dalam hidup kamu?

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.