Kehilangan Semangat Hidup

Hidup hampa

Kondisi kesehatan Bu Vina memburuk. Badannya lemas dan kehilangan nafsu makan. Bukan pertama kalinya ia sakit-sakitan. Sebelumnya, ia pernah tipes dan punya riwayat darah tinggi.

Kini ia terkapar lagi di sebuah klinik. Mulutnya kaku, mau bicara saja tidak mampu. Kaki sebelah kanannya tidak bisa digerakkan. Kata dokter, Bu Vina diduga terkena pendarahan otak. Namun perlu di tangani lebih lanjut ke rumah sakit untuk dilakukan CT scan.

Saya kaget mendengarnya. Memang, kalau dilihat gaya hidupnya, tidak heran kenapa Bu Vina bisa terkena penyakit ini. Gaya hidupnya memang tidak sehat. Makannya sembarangan dan jarang melakukan olahraga. Tapi dulu ia tidak seperti itu.

Dulu, Bu Vina sehat dan bugar, jarang sekali mendengar ia sakit. Semenjak mobilnya dijual dan sering terlilit hutang, hidupnya jadi tidak seindah dulu. Bu Vina sudah tidak pernah lagi bergaul dengan teman-temannya. Tidak pernah lagi ikut berbisnis kecil-kecilan, membantu usaha temannya di tempat salon.

Hidupnya sekarang hanya mendekam di rumah. Sesekali melakukan pekerjaan rumah, memasak, atau iseng-iseng mendekor ruangan. Namun makin kesini, aktivitas itu juga sudah jarang ia lakukan. Yang membuat miris, ia pernah terbawa arus ke lembah narkoba meski akhirnya terselamatkan.

Melihat dirinya yang sekarang, mau bangun dari tidur saja susah, rasanya saya ingin menangis. Tapi saya tidak berani memperlihatkan kesedihan saya di depannya. Karena yang ia butuhnya sekarang bukan tangisan, tapi motivasi untuk sembuh.

Saya melihatnya seperti tidak memiliki semangat hidup. Hal itu juga di-iya-kan oleh dokter. Katanya ia harus di semangati, diberi motivasi. Sebab gaya hidupnya yang buruk bisa disebabkan karena sesuatu hal. Salah satunya beban hidup dan setres yang berlebihan.

Saya mengerti, ada banyak orang diluar sana pernah berada pada titik terendah dalam hidupnya. Sampai merasa hidupnya tidak berarti lagi. Semangat hidup yang hilang bisa merambat pada gaya hidup yang buruk. Ujung-ujungnya segala penyakit bisa datang dengan sendirinya.

Ada orang yang setres karena kehilangan kekasihnya, lalu ia merubah cara hidupnya menjadi tidak baik. Yang dulu,tidurnya teratur, jadi sering begadang. Yang dulu tidak merokok, jadi merokok. Bahkan ada yang dulunya menganggap alkohol haram tapi akhirnya malah jadi pecandu alkohol.

Mereka melakukan itu karena tidak tahu lagi harus berbuat apa. Mereka kehilangan arah dan mencoba berlari dari kenyataan. Mereka gadaikan kesehatannya sebagai pelarian. Padahal (mungkin) mereka sendiri tahu itu takkan menyelesaikan masalah.

Itu hanya menunda ingatan buruk, tapi sebetulnya masalah hidupnya tidak hilang. Alih-alih bangun dari keterpurukan, sebagian orang malah memilih "menikmati" keterpurukannya.

Hal itu kadang tidak disadari. Jalan keluarnya, seseorang memang harus di dorong untuk kembali pada kehidupannya yang dulu dimana hal buruk yang menimpanya tidak lagi jadi beban, namun menjadi pembelajaran untuk menjadi orang lebih baik.

Dorongan itu, bukan hanya dilakukan oleh diri sendiri. Tapi perlu dibantu oleh orang-orang terdekat. Keluarga dan saudara. Dengan begitu, mudah-mudah semangat hidup itu bisa datang kembali. Dan itu sejalan dengan tujuannya utamanya, agar mereka bisa peduli pada kesehatannya lagi.

Foto: arryrahmawan.net

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.