Doni, Akang Tampan yang Diberi Kelebihan


Kemarin, Hayati bercerita padaku tentang temannya yang punya kelebihan. Aku tanya, "Emang kelebihannya apa? Bisa bikin teman yang suka ngutang tobat nggak ?"

"Ih, aku serius tau ferguso!" Ia menatapku sinis. Sepertinya ia pengen dimanja, lagi pengen dimanja. Pengen berduaan sama dirimu iqbal. Oke, stop sampai situ.

Lalu ia munyubit tangan kananku dengan keras. "Hei kamu jangan becanda terus nanti aku bilangin ke temenku biar kamu digangguin kunti."

"Ah masa? Jadi temenmu itu kelebihannya bisa manggil kunti, gitu?"

"Ih, bukan gitu ketek kecoa! Maksudnya dia punya indra 6!"katanya dengan sadis.

Singkat cerita, Hayati bercerita panjang lebar tentang temannya bernama Doni yang punya indra 6 itu. Katanya selain bisa melihat makhluk tak kasat mata, Doni juga bisa berkomunikasi, bahkan mengusir jika makhkuk halus menganggu.

Sebagai orang yang suka su'udzon, aku mencoba mencari tahu keberadaan Doni. Kira-kira apa benar temannya Hayati itu bisa melihat hantu. Aku pun menemuinya.

"Hei kang Doni." Sapaku dengan ramah. Aku bertemu dengannya di alun-alun sore hari. sambil ngopi, kami duduk-duduk santai, mengobrol seperti sepasang pria kasmaran.

"Kang, aku punya kakak,"

"Terus, masbuloh!"

"Ajayyy, akang sehat?"

"Hehe maaf saya bercanda mas. Maklum, saya itu orangnya humoris."

"Oh," aku sedikit ilfeel dengannya. "Saking humorisnya saya hampir ikut stand up comedy,"

"Menang kang?"

"Nggak."

"Loh? Kenapa?"

Ia terdiam sejenak. Lalu meneguk segelas kopinya, padahal sudah habis. "Soalnya saya lihat tempat audisinya berhantu."

Aku sedikit kebingungan dengan ucapanya. "Maksudnya kang?"

"Ada banyak aura negatif disana. Itu bakalan menganggu performa akang nanti di panggumg stand up."

"Oh begitu kang. Nanti kalau sampai akang lolos audisi, bukannya lucu malah serem ya kang?"

"Assyiaappp, Mantul! anda benar!"katanya dengan semangat. "Ngomong-ngomong, kamu ajak saya kesini ada perlu apa?"

"Mau jujur aja kang," ia menatapku aneh. "Saya mau nembak akang."

Pipi kang Doni tiba tiba membiru. Ia kembali meminum kopinya yang sudah habis.

"Biasa aja kang. Saya juga cuma bercanda hahahaha."

"Astafirullah. Hampir saja saya khilaf sama istri di rumah hah hah hah."

Sambil tertawa terbahak-bahak. Aku meminum kopiku. Untungnya kopiku belum habis. "Saya boleh minta kopimu enggak?"katanya sambil meminum lagi kopinya yang sudah habis.

"Sebentar kang.." aku segera mengabiskan kopiku dengan cepat. Belum sampai kang Doni menyela, aku langsung berbicara padanya.

"Gini kang, saya kan punya kakak, terus kakak saya itu sering mimpi basah."

"Lah wajar kalau begitu. "

"Tapi celananya jadi basah kuyup kayak orang baru mandi."

"Oh kalau itu namanya bukan mimpi basah tapi kencing di celana,"

"Nah itu bener kang. Tapi bukan itu yang mau saya tanyakan."

"Terus mau tanya apa?"

Aku segera meminum kopiku lagi, padahal sudah habis. Aku baru sadar ternyata aku sama bodohnya seperti kang Doni.

"Gini kang, kakak saya itu sering kesurupan, sering di gangguin juga."

"Gangguinnya kayak apa?"

"Semacam ketindihan gitu, kang. Kadang yang lebih parah lagi, makhluk itu sering ngegangguin kaka saya kalau lagi sendirian di rumah."

"Dia suka menampakkan dirinya kan?"

"Lah, kok akang tahu?"

"Saya bisa tahu dari aura kakakmu,"

"Wow. "

"Terus apa lagi yang akang tahu dari kakak saya?"

"Dia sepertinya digangguin jin. Kamu harus cepet-cepet selametin kakakmu sebelum terlambat."

"Emang kenapa kang?"

"Nanti kalau jin itu sudah menyatu dengan batin kakakmu, umurnya bakalan pendek."

"Terus saya harus gimana kang?"

Kang Doni mengeluarkan sebuah jimat berwarna hitam. "Suruh kakakmu simpan jimat ini di bawah bantalnya. Terus besoknya buang jimat itu ke hutan."

"Kenapa harus dibuang ke hutan?"

"Jadi jin yang mengikuti kakakmu itu akan masuk ke jimat ini dan tidak bisa keluar lagi. Setelah itu Kakakmu akan aman dari gangguan jin ."

"Makasih kang. Kira-kira berapa harganya?"

"Ya seiklasnya saja lah kalau sama saya mah,"

Aku keluarkan amlop dari saku. "Nih mas.."

"Saya pulang dulu deh mas, ga sabar pengen cepet kasih jimat ini ke kakak saya,"

"Iya silahkan kalah begitu,"

Akhirnya aku pulang ke rumah dengan riang gembira, tralala trilili hiya hiya hiya. Saya segera mengirim foto jimat itu ke Hayati. Saya bilang sama dia kalau kang Doni ini penipu. Ya bagaimana nggak nipu coba, lah aku ini kan anak tunggal. Aku ga punya kakak kandung maupun kakak tiri.

Amplop yang aku kasih ke kang Doni juga isinya bukan uang tapi struk belajaanku dari indomaret.

#KisahHayati

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.