Sesat Pikir Tere Liye

tere liye
Tere Liye, Seorang Novelis Terkenal Indonesia
"Saya akhirnya paham (setelah begitu banyak yang ngomelin sy),
kenapa kita berfoto di depan menara Eiffel di Paris? Karena kita jarang kesana, maka jadilah kita berfoto di depannya. ini sangat bisa dimaklumi, namanya jarang, paling sekali seumur hidup, pasti kesana terasa spesial sekali. Agar orang lain terinspirasi, berbagi kebahagiaan, jadilah kita selfie dan posting.

maka sama kasusnya, kenapa kita foto2 pas lagi sholat, lagi taraweh, selfie di mesjid? lantas posting di media sosial. saya akhirnya alasannya." -Tere Liye-



Ya, perlu diketahui bahwa tulisan di atas merupakan statu Tere Liye  yang menyindir kepada orang-orang yang suka foto-foto saat menjalankan ibadah. Dalam hal ini berkaitan dengan sindiran beliau kepada sang presiden RI ke-7, Joko Widodo yang akhir-akhir sering memposting foto dirinya ketika sedang sholat. 

Melihat status facebook Tere Liye tentu kanda bertanya tanya, apa statusnya itu bisa dibenarkan atau hanya pembenaran saja sebagai bentuk keketidaksukaannya pada seseorang? Sudah tidak aneh kalau beliau memang seorang kritikus pemerintah sekarang. Nada sindiran pada pemerintahan Jokowi sudah jadi makanan sehari-hari beliau.

Statusnya sederhana, simpel dan ngena banget. Emang bisa banget lah om Tere Liye ini. Menghitung-hitung logika dan mencari pembenaran yang sama pada orang-orang yang anti terhadap pemerintah sampai lingkup personal seorang Presiden pun kena kritik. 

Menanggapi status beliau. Seorang yang berfoto di suatu tempat bagi kanda bukan karena kita jarang kesana. Tapi ada sesuatu yang bagus untuk dipamerkan. Berfoto dengan sebuah latar yang bagus belum tentu kita jarang kesana. Ada banyak orang berfoto dengan latar taman atau pekarangan rumahnya, apa orang tersebut jarang bertemu dengan taman atau pekarangan rumahnya? Ada orang yang berfoto dengan latar sekolahnya, apa orang tersebut jarang datang ke sekolah? Ini pertanyaan-pertanyaan mudah yang seharusnya bisa terjawab oleh semua orang untuk membuktikan bahwa berfoto dengan latar suatu tempat tidak menjamin orang tersebut “jarang datang kesana”.

Pernyataan Tere Liye di awal terlalu terfokus pada pertanyataan atau contoh-contoh yang bisa membenarkan kesimpulannya. Mudah saja, misalnya ia memang kurang suka dengan sikap Jokowi yang sholat saja mesti di foto. Lalu ia membuat kesimpulan bahwa Jokowi ini jarang sholat dan sedang ingin pamer pada rakyatnya kalau ia sedang sholat. Kesimpulannya itu tidak lantas langsung ia buat status. Karena kalau hanya membuat status seperti itu ia akan nampak seperti orang tendensius yang terlalu memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap apa yang dilakukan Jokowi.

Maka ia membuat alur “pengantar” berupa pembenaran-pembenaran yang akan menguatkan kesimpulan yang ia buat. Seperti “kenapa kita berfoto di depan menara Eiffel di Paris? Karena kita jarang kesana, maka jadilah kita berfoto di depannya. ini sangat bisa dimaklumi, namanya jarang, paling sekali seumur hidup, pasti kesana terasa spesial sekali. Agar orang lain terinspirasi, berbagi kebahagiaan, jadilah kita selfie dan posting.

Kesimpulannya, “kenapa kita foto2 pas lagi sholat, lagi taraweh, selfie di mesjid? lantas posting di media sosial. saya akhirnya alasannya”. ujung-ujungnya mas Tere ini ingin mengatakan kalau Jokowi jarang sholat. Apa benar Jokowi jarang sholat? Hanya jokowi dan tuhan yang tahu. Tapi kesimpulan yang ia buat membuat orang-orang yang memang sejak awal tidak suka dengan Jokowi membuat tuduhan yang belum terbukti. Jika jokowi jarang sholat, apa mereka punya bukti? Status Tere Liye ini semakin mendorong ketidaksukaan orang-orang yang tidak suka dan itulah yang diinginkan Tere Liye. 

Bagi kanda, sebuah foto yang memperlihatkan aktivitas ibadah bisa terjadi 2 kemungkinan. Pertama, ia ingin ria atau pamer. Kedua, ia ingin memberi contoh yang baik pada banyak orang.

contohnya, sekelompok orang atau organisasi menyumbangkan sejumlah uang kepada panti asuhan kemudian mereka mendokumentasikan kegiatan itu dalam foto dan meng-upload-nya di Instagram. Apa mereka itu sedang pamer? Kita tidak pernah tahu. Yang tahu hanya mereka (secara pribadi) dan Tuhan yang maha melihat. Kita tidak bisa tahu apakah meraka ingin pamer atau malah ingin memperlihatkan sebuah kebaikan agar kebaikan itu dapat di contoh oleh orang lain juga. 

Tafsiran-tafsiran buruk terhadap prilaku manusia itu membingungkan. Terkadang kanda pun sering membuat kesimpulan-kesimpulan negatif ketika suatu kebaikan telah dilakukan oleh seseorang. Ada teman kasih makanan, bilangnya, 'sok-baik, pasti ada mau nih, pasti mau ngutang lagi nih dsb..'. Ada teman meminjamkan mobil kita mikirnya, “pasti ni orang mau pamer sama gebetannya nih, pasti mau rusakin mobil gue nih dsb..”.

Kita memang selalu melihat kebaikan orang dari sisi negatif. Itulah manusia. Sesuatu yang sebenarnya baik belum tentu dipandang baik oleh orang lain. Terkadang manusia lebih senang berpikir negatif daripada positif bahkan ketika manusia berbuat baik sekalipun.

Membuat status lalu dipuji dan dibenar-benarkan oleh orang lain itu memang menyenangkan malah ketagihan. Mungkin itu yang dirasakan Tere Liye. Ketika ia tidak suka dengan apa yang dilakukan Jokowi. Sebagai penulis handal yang pintar berkata-kata, dengan mudah ia membuat suatu pembenaran yang ia yakini pasti dibenarkan juga oleh para followers dan pendukung-pendukungnya. Ya, wajar.

Hanya saja (bagi kanda) akan urang etis jika Tere Liye terus menerus menyerang dengan pikiran su'udzonnya. Bukan saja pada seorang Presiden, tapi pada siapapun yang ia kenal. Karena apa faedahnnya bapa Liye membuat status seperti itu? Lebih banyak faedahnya atau gibahnya?






Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.