Perasaan yang Tidak Karuan

Overthinking

Saya pernah terbangun dari tidur pagi saya 
dalam keadaan badmood. Mungkin ini bukan sesuatu yang aneh.

Saya rasa semua orang pernah mengalaminya. Tapi kita semua tahu kalau badmood adalah perasaan yag tidak nyaman. Apalagi bisa berpotensi menganggu pikiran selama seharian.

Perasaan badmood itu yang membuat saya tidak ingin melakukan apa-apa. Jadi biasanya saya hanya melamun di tempat tidur sampai benar-benar nyawa terkumpul.

Hal terburuk ketika badmood adalah kecenderungan untuk overthinking. Kalau sudah overthinking, kepala jadi pusing tujuh keliling.

Saya sadar kalau overthinking ini bisa membunuh saya kapan saja. Saya bisa saja sakit, meninggalkan semua aktivitas saya. Atau pola tidur saya bisa terganggu.

Biasanya saya bisa tiba-tiba terbangun tengah malam karena teringat dengan hal-hal buruk dalam hidup saya. Saya baru bisa tidur kembali setelah setengah atau satu jam kemudian. Dan itu bisa terjadi selama berhari-hari.

Kira-kira, apa yang yang menyebabkan seseorang overthinking? Banyak. Tapi dari yang saya rasakan, pemicunya datang dari hal-hal sepele.

Sesepele seperti teringat kembali dengan kejadian yang meyebalkan atau merasa menyesal telah melakukan sesuatu. Terkadang kalau sudah badmood ditambah overthinking, larinya bisa ke setres.

Lalu apa yang biasa saya lakukan?

Biasanya saya butuh distraksi atau pengalihan. Saya butuh mengalihkan pikiran saya ke hal-hal yang menyenangkan. Saya bisa pergi keluar rumah. Makan, bertemu teman, nonton film, atau sekedar mendengarkan lagu kesukaan.

Tapi karena ini hanya sebuah distraksi, jadi pikiran negatif itu bisa datang kembali. Hal yang seharusnya dilakukan adalah jangan diam dan segera menyelesaikan semuanya.

Saya rasa segala macam masalah yang hubungannya dengan pikiran selalu bermuara pada proses tidak menerima. Seperti belum bisa menerima kenyataan yang ada.

Mungkin saja saya belum bisa menerima apa yang telah terjadi pada hidup saya yang kemudian berbuah penyesalan, ketakutan, dan kekhawatiran.

Ketika perasaan negatif itu muncul, saya mencoba mengundang perasaan bersyukur untuk datang. Sebab kalau sudah ada perasaan bersyukur, akan lebih mudah untuk menerima.

Memang sulit menerima keadaan ketika saya merasa tidak diberi kesempatan untuk mendapatkan keinginan saya atau saya dihadapkan pada perasaan kehilangan banyak peluang dalam hidup.

Tapi perlu disadari juga. Disaat seperti itu, rasa syukur biasanya datang belakangan. Rasa syukur itu hadir ketika saya ter-influence dari orang lain yang punya banyak wejangan.

Atau setidaknya ketika saya menyadari bahwa ada orang yang punya problem yang lebih besar dari saya.

Tapi itu bukan masalah. Itu manusiawi. Banyak orang baru bersyukur setelah menyadari bahwa keadaan seburuk apapun, kita tetap baik-baik saja.

Saya boleh saja merasa tidak beruntung dalam segala hal, tapi kalau sampai kehilangan rasa bersyukur, itu jauh lebih berbahaya. Saya berusaha agar jangan sampai saya tenggelam dalam keluhan yang berakhir dalam perasaan insecure.

Kalau sudah bersyukur, hal selanjutnya adalah harus ikhlas. Nah, perasaan ikhlas adalah yang paling berat. Saya tidak bisa mematok seberapa ikhlas itu bisa diukur. Karena dalih bahwa saya sudah ikhlas itu pasti ada, tapi ketika dihadapkan pada masalah yang besar, ikhlas itu bisa luntur begitu saja.

Apakah keikhlasan itu jadi semacam obat bius yang bisa menghilangkan rasa sakit, tapi kalau efeknya sudah hilang maka rasa sakit itu bisa kambuh lagi?

Atau jangan-jangan sejak awal saya tidak betul-betul bersyukur dan hanya bersembunyi dibalik kata-kata mutiara tentang arti bersyukur?

Hmm, bagi saya ini bisa jadi catatan kedepan dan mungkin bisa jadi renungan kita bersama dalam memaknai kata bersyukur.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.