Rendang: Makanan Terenak di Dunia atau Omong Kosong Belaka?

rendang daging
Survei yang dilakukan CNN di tahun 2017 lalu mengejutkan banyak orang di Indonesia. Bagaimana tidak, survei tersebut menyatakan rendang sebagai makanan terenak di dunia. Apa benar survei itu valid dan bisa di ‘pertanggung jawabkan’ ?

Beberapa waktu belakangan ini kita sering dengar soal makanan Indonesia yang tercatat sebagai makanan terenak di dunia. Kabar ini meluas seantero nusantara. Terutama jika sedang membahas masalah kuliner, rendang selalu di dompleng dengan bangga sebagai makanan terenak di dunia. 

Tapi apakah kita pernah berpikir bagaimana proses surveinya sehingga rendang menduduki urutan teratas?

Memang, banyak informasi beredar soal kenikmatan makanan-makanan Indonesia. Bagi saya sebagai orang Indonesia pun tentu setuju jika ditanya rendang sebagai (salah satu) makanan khas indonesia yang enak. 

Tapi  yang namanya makanan, penilaiannya justru seringkali subjektif. Ini sama seperti kita menilai rupa atau wajah seseorang. Cantik atau tidak cantik, Ganteng atau kurang ganteng semuanya relatif. tergantung siapa yang melihat dan selera setempat. 

Sama juga dengan makanan. Setiap orang punya lidahnya sendiri dalam menilai makanan. Tentu setiap orang punya selera yang berbeda-beda.

baca juga: Lepas Hijab, Fenomena Biasa yang Dianggap Luar Biasa

Patokan makanan terenak bisa jadi bukan karena memang enak. Tapi seberapa populer makanan itu di mata orang-orang kebanyakan. Rendang dalam hal ini selain memang enak, makanan khas Padang ini juga sangat terkenal di Indonesia. 

Tapi dengan adanya survei yang memenangkan rendang sebagai makanan terenak menjadi persoalan karena belum banyak terdengar bahwa orang luar juga sering menyantap rendang. Bahkan dibanding burger, pizza, dan sushi. Belum pernah ada produk makanan yang mengkomersialkan rendang sebagai produk franchise (waralaba) di beberapa negara di dunia seperti halnya fried chicken oleh KFC atau pizza oleh Pizza Hut. 

Gembar-gembor media yang mengatakan rendang merupakan makanan terenak di dunia bisa jadi hanya voting yang kebetulan saja. Kenapa? ada beberapa alasan yang bisa saya jelaskan:

Pertama, survei yang sering diagung-agungkan di media, terutama di acara-acara kuliner tentang rendang sebenarnya tidak adil alias not fair. Buktinya survei lebih banyak di vote oleh netizen Indonesia yang notabene sudah familiar dengan makanan-makanan Indonesia. 

Kedua, menjadi sangat tidak fair lagi ketika jumlah voters keseluruhan tidak cukup mewakili dunia. Oke, mungkin jika survei dilakukan secara global itu ribet, memakan waktu, dan lain sebagainya. Tapi survei CNN beberapa waktu lalu hanya diikuti 35.000 voters yang tidak jelas asal usulnya. Dalam artian, kita tidak tahu persis dari negara mana saja orang yang melakukan vote terhadap survei tersebut. Bisa jadi jumlah voting hanya didominasi oleh orang dari negara tertentu saja, misalnya Indonesia.

Ketiga, survei makanan terenak menjadi tidak valid karena tidak ada jaminan bahwa orang yang suka makan rendang juga pernah mencoba Sushi. Sebaliknya, orang Jepang yang mengatakan sushi itu enak bahkan mungkin belum pernah merasakan rasa rendang itu seperti apa. Inilah yang saya sebut terlalu subjektif.

Bagaimana seseorang bisa menilai rendang makanan terenak kalau ia sendiri belum pernah mencoba rasa sushi, burger, pizza itu seperti apa. Atau bagaimana seseorang bisa mengatakan kalau sushi makanan terenak sedangkan ia belum pernah mencoba rendang, sasimi, burger. 

Kalau survei dilakukan hanya melalui votes online tanpa melalui proses tes makanan atau mencicipinya secara langsung maka validitasnya semakin diragukan. 

Seharusnya kalau memang ingin benar-benar fair, survei dilakukan dengan beberapa cara seperti:

Pertama, dilakukan dengan mengambil perwakilan (tester) tiap negara dengan jumlah yang sama secara acak. Dalam ilmu statistika ini dinamakan random sampling. Atau bila perlu perwakilan harus diwakilki oleh seorang ahli seperti koki terkenal atau pengamat makanan.

Kedua, setiap tester harus mencicipi setiap makanan dan masing-masing memberikan penilaian dengan hitungan nilai maksimal yang sudah disepakati agar tidak ada tester yang memberikan nilai yang tidak masuk akal yang akan terkesan tidak objektif.

Ketiga, makanan yang dicicipi harus dibedakan dari appetizer (makanan pembuka), main course (makanan berat) sampai dessert (makanan penutup). Hal ini dilakukan agar tiap makanan yang dianggap enak terklasifikasi berdasarkan jenis makanannya. 

Tapi lagi-lagi makanan terenak itu relatif. Meskipun sudah dibuat survei se-fair apapun dengan validitas yang bisa dipertanggung jawabkan, ya tetap saja makanan terenak itu sangat subjektif, tergantung siapa yang makan dan menyesuaikan dengan lidah tiap orang. 

Jadi, apa kita masih yakin bahwa rendang makanan terenak dunia? Atau hanya sebuah 'prestasi' yang kebetulan saja?

photo by liputan6.com

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.