Menghindari Keinginan Bunuh Diri dengan Agama

bunuh diri dengan agama

Agama bukan saja memberi asupan rohani untuk manusia, tapi juga obat bagi jiwa-jiwa yang putus asa.

Menurut Karl Max, agama adalah candu. Sederhananya, dia ingin membenarkan bahwa agama hanya jadi pelarian orang-orang yang menderita di dunia.

Orang yang hidupnya merasa ditindas, tidak punya kekuatan untuk mengubah hidup. Lantas, dengan agama, mereka bisa sedikit lebih tenang. Sebab, agama memberi makanan bagi rohani manusia agar senantiasa menerima segala kesulitan hidup.

Orang yang hidupnya miskin, serba kesusahan, tapi ia akan tetap menerima saja dengan nasibnya yang seperti itu karena ia percaya kalau rezeki itu ada yang mengatur. Dia tidak berusaha menyalahkan Tuhan. Karena, menyalahkan Tuhan sama saja menyalahkan agama. Menyalahkan agama artinya auto kafir. Auto kafir sama saja masuk neraka. Begitu kira-kira.

Masalahnya, ada orang yang akhirnya tidak mau berusaha untuk menjadi kaya karena hal ini. Entah karena menganggap bahwa jadi orang kaya itu lebih banyak mudharatnya atau merasa cuma dalih karena tidak ingin berusaha.

Ketika orang yang ditindas dan disiksa oleh kejahatan, agama menyuguhkan solusi berupa "sabar aja.. Tuhan pasti ngebales kejahatan mereka.” Akhirnya kejahatan tetap berkuasa. Dogma agama yang mengajak manusia untuk berpasrah dan menerima segala kekejaman dunia yang menimpa seseorang. Apa hal ini buruk?

Keyakinan agama memang candu. Tapi candu ini adalah pengobat rohani seseorang yang ampuh untuk mengobati kejamnya dunia. Setidaknya, ini terjadi pada kasus orang-orang yang punya keinginan bunuh diri.

baca juga: Dimana Tempat Paling Tepat Belajar Agama (Islam)?

Orang yang katakanlah tidak agamis jarang menjalankan ritual-ritual agamanya kemudian ia mengalami stres, banyak pikiran, punya masalah hidup. Lalu ke mana pelariannya?

Hiburan dunia. Mencari kesenangan yang instan dengan menghalalkan segala cara seperti mengonsumsi narkoba dan sejenisnya. Jika itu belum cukup, maka pelariannya bisa jadi dengan mengakhiri hidup.

Orang yang agamis, ketika ditimpa dengan segala masalah lalu kemudian stres, apa pernah berpikir bunuh diri? Bisa iya, bisa tidak. Itu tergantung pada setiap individu. Tapi yang membedakan adalah orang agamis yang merefleksikan dirinya pada agama yang dia anut.

Mengerti bahwa agama tidak menganjurkan hal itu. Bahwa agama mengajarkan tentang sesuatu yang lebih besar, bahkan lebih besar dari permasalahan yang manusia hadapi.

Agama meyakinkan seseorang kalau ada kehidupan lain selain di dunia yang tidak bisa ditebus dengan perilaku buruk seperti bunuh diri. Dan, tidak ada satupun agama yang merestui bunuh diri sebagai jalan terakhir dalam menghentikan masalah hidup.

Agama memang memberi solusi berupa kepasrahan diri pada Tuhan dengan cara lebih dekat dengan-Nya. Lebih getol lagi menjalankan perintah-perintah agama. Dengan begitu, ada semacam ‘sugesti’ bahwa orang itu telah dibuka pikirannya. Diberi kemudahan dalam urusan dunianya.

Ini manfaat yang tidak dipikirkan oleh orang-orang yang tidak dekat dengan agama. Memosisikan agama sebagai candu dalam konotasi negatif. Atau menganggap agama bukan solusi, tapi racun dan pemberi harapan palsu.

Padahal agama bisa jadi pedoman hidup di dunia yang isinya kebaikan-kebaikan dan obat bagi masalah-masalah duniawi. Agama bukan saja memberikan asupan rohani untuk manusia, tapi juga obat bagi jiwa-jiwa yang putus asa.

Orang yang bunuh diri bisa jadi tidak tahu hakikat agama. Tidak mengetahui bahwa dalam agama apa pun, yang namanya bunuh diri, itu tidak dilegalkan. Apa orang-orang yang punya pemikiran ingin bunuh diri adalah orang yang taat agama?

Mereka yang meyakini agama, memperdalam agama, pasti mengerti soal konsep agama yang memperjelaskan bahwa ada kehidupan setelah kematian. Mereka yang ingin bunuh diri, apa pernah berpikir tentang neraka dan surga? Atau justru mereka tidak peduli dengan itu?

Bunuh diri bukan solusi. Bunuh diri hanya cara terburuk manusia untuk menyerah pada hidup. Jangan mengkambing-hitamkan masalah di dunia untuk pergi ke alam akhirat dengan melawan takdir kematiannya sendiri.

Jika saja sang calon bunuh diri dapat memperdalam imannya, mempercayai keyakinan agamanya dengan baik, serta menjalankan ritual-ritual di dalamnya, maka dia akan sadar bahwa hidup ini memang indah untuk dijalani dan tidak seburuk masakan mantan yang tidak bisa masak.

image by islamicity.org

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.