Wahai Mahasiswa Apatis (part 3)

apatis
image via pixabay.com
Sering dan semua tahu tentang organisasi atau kelompok yang dapat mengembangkan seeorang untuk lebih aktif dan produktif. Masalahnya ada personal setiap anggota yang tidak bisa dijangkau. 

Ada keputusan yang sebenarnya bila dikatakan pada sesama anggota lainnya hanya menjadi alibi saja. Yang sebenarnya terjadi adalah ada ketidaknyaman dalam kelompok. Bukan karena lingkungannya buruk. Tapi mereka memutuskan untuk sedikit demi sedikit mundur karena ada yang membuatnya tidak nyaman. 

Tidak nyaman disini tidak selalu hal negatif. Terkadang ketidaknyamanan timbul dari diri pribadi, bukan dari organisaasinya. Bukan juga karena merasa diri kurang dalam segala hal. Tidak bisa berkontribusi banyak bagi kelompoknya. Ketidaknyamanan berangkat dari pengaruh internal, bukan karena faktor lingkungan kelompok. 

Bisa jadi lingkungan kelompok yang kurang menyenangkan baginya. Seseorang akan memprioritaskan sesuatu yang menurut dia lebih menyenangkan dan lebih memberikan value baginya. Ketika itu dia tak bisa memilih kedua-duanya sebab itu akan menimbulkan masalah baru.

Atau bisa jadi tujuan dasar yang tidak pernah ia dapati. Ketika seseorang masuk kelompok dengan tujuan tertentu, namun ternyata tujuan itu tidak ia dapati disana. Maka wajar jika ia mundur selangkah demi selangkah dan pergi tanpa berpamitan. 

Bagi anggota lain, di rangkul bisa jadi solusi. Tapi tidak semua ingin dirangkul, mungkin inginnya di dorong keluar. Tapi kembali lagi, mundur dari kelompok adalah keputusan pribadi. Tidak ada pemaksaan atau ancaman. Mereka punya pilihan yang akhirnya mereka putuskan sendiri: bertahan atau mundur perlahan.

Bagi sang (mantan) apatis yang kembali apatis mereka tidak bisa menemukan nilai tambah dalam dirinya ketika mereka masuk kelompok tersebut. Sebagian lagi, mungkin ada yang berubah, namun perlu beradaptasi lebih lama. 

Setiap orang punya potensi dan kemampuan yang bisa diandalkan dalam kelompok. Tapi bukan berarti bisa di ‘manfaatkan’. Menjadi anggota kelompok ada tanggung jawab. Tapi saat tanggung jawab dirasa terlalu berat, apa salahnya untuk dilepaskan? 

Jangan membebani diri dengan memaksakan rasa sakitnya tanggung jawab. Saat merasa tidak diperlukan tak ada yang salah untuk melepas mereka yang disana. Bagi hayati, biarkan ia tanggung jalan kehidupan mereka sendiri.

Ketika anggota lain bertanya, kenapa? Ada apa?

Pertanyaan itu terkadang tidak dijawab, karena jawabannya seringkali berkaitan dengan keputusan pribadi yang semua orang tidak perlu tahu. Jawabannya itu cukup diri sendiri yang tahu. Kalau anggota lain memaksa, mereka memilih untuk menjawab dengan jawaban formalitas saja. Sekedar untuk menghormati anggota lain.

Akhirnya kebaradaan dia mengambang. Hidup segan mati tak mau. Keluar organisasi segan, didalam organsiasi pun tak mau. Ia jadi beban etika anggota lain, jadi bahan obrolan, dibicarakan dibelakang, dijelek jelekan, ujung ujung malah gibah. Daripada menjadi beban etika karena dianggap tidak punya kontribusi, kenapa tidak melepaskan status keanggotaan itu?


Lele kuning mengambang di sungai, 4 Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.