Import Kedelai

kedelai via bustilicious.co.id
Kedelai, tanaman dengan nama latin Glycine max dapat tumbuh disemua jenis tanah ini tidak terlalu sulit untuk membudidayakannya. Ia hanya memerlukan berbagai perlakuan, seperti kedalaman olah tanah, drainase yang baik serta proses perawatan yang baik pula.

Tanaman ini juga memiliki kandungan gizi yang sangat banyak dan baik untuk kebutuhan nutrisi dalam tubuh kita tak heran memang jika masyarakat menjadikannya sebagai sumber protein nabati dengan mengolahnya menjadi berbagai macam jenis makanan seperti, tempe, tahu, susu, bahkan untuk penyedap rasa seperti kecap.

Tempe merupakan salah satu olahan dari kacang kedelai dan merupakan satu-satunya masakan Indonesia yang dikenal oleh masyarakat internasional menjadi kebutuhan penting dalam kehidupan sehari-hari.

Perlu diketahui, Indonesia merupakan Negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40 % tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain. 

Namun mirisnya, dengan jumlah konsumsi yang begitu banyak Indonesia tidak pernah bisa memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia selalu saja mengimpor dari Negara lain seperti Amerika, Kanada, argentina, dan brazil, dan dengan pengekspor terbesar amerika mencapai 70%. 

Hal ini jelas sangat berkaitan dengan naik turunya kurs mata asing, karena harga kedelai sangat bergantung pada nilai tukar rupiah di masa tersebut. Jika nilai tukar rupiah rendah maka harga kedelai akan mahal dan itulah yang menjadi masalah bagi Negara kita.

Baru-baru saja, pemerintah dan masyarakat dipusingkan oleh harga kedelai yang melambung tinggi, sehingga kelangkaan kedelai terjadi dimana-mana. Hal ini sangat berimbas pada kestabilan perekonomian Negara kita.  

Banyak sekali para produsen tempe dan tahu rumahan terpaksa gulung tikar karena tidak mampu membeli kedelai yang harganya selangit itu. Efeknya, banyak wilayah di pulau jawa yang sukar sekali menemukan tempe, jikalau ada pasti harganya mahal dan tidak mampu dibeli oleh kalangan menengah kebawah.

Untuk Indonesia, Negara yang dijuluki sebagai Negara Agraris harusnya hal ini bukan menjadi masalah besar dan sukar untuk mencari solusinya. Namun kenyataannya? masalah ini selalu ada di saat rupiah merosot. 

Terkadang ada alasan semakin menyempitnya lahan pertanian di Indonesia karena dialih fungsikan menjadi areal permukiman yang selalu dipermasalahkan, padahal Indonesia dengan luas lahan pertanian sebesar 781 juta Ha (2010), dan hanya areal sebesar 47 Ha yang berpotensi untuk lahan pertanian, sedangkan sisanya 54 juta Ha tidak terpakai sama sekali. Hal itu harusnya dapat menjadi solusi untuk masalah di atas.

Dengan dimanfaatkannya sebagian besar lahan kosong tersebut untuk lahan kedelai, mungkin kita tak akan merasakan sulit dan mahalnya membeli kedelai. Jika lahan yang digunakan memiliki derajat keasaman tidak sesuai dengan syarat tumbuh kedelai, solusinya kan dapat diberi kapur agar kadar pHnya menjadi netral. 

Kalaupun ada masalah yang cukup serius dalam membudidayakan kedelai, petani dapat bertanya dan berkonsultasi kepada yang lebih memahaminya seperti para penyuluh pertanian. Disini peran penyuluh pertanian sebagai sarana pemberi informasi, pengetahuan dan inovasi kepada para petani sangat penting. 

Mereka dengan kecakapan dan pengetahuan mengenai ilmu pertanian harusnya memberikan pengarahan dan sosialisasi mengenai tata cara budidaya kedelai yang baik dan benar serta hal-hal penting mengenai kedelai, baik cara menanggulangi hama, panen, sampai cara pemasarannya.

Sedangkan peran pemerintah adalah dengan membantu dan mendukung para petani yang kesulitan modal namun memiliki niat untuk membudidayakan kedelai. Pemerintah melalui lembaga-lembaganya dapat memberi bantuan baik berupa benih, pupuk, maupun melalui  dana yang dipinjamkan kepada petani.

Dalam masalah ini, semua komponen baik petani, penyuluh, pemerintah, bahkan konsumen memiliki peran penting tersendiri agar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Serta dapat mengangkat derajat Negara Indonesia ke arah yang lebih baik dengan tidak bergantung pada impor negara lain. Selain itu hal ini juga dapat memperbaiki krisis ekonomi Negara akibat naik turunnya nilai tukar rupiah dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi para tuna karya.

Note: tulisan ini adalah Guest post Jurnal Agribisnis.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.