Hampir diculik

5 tahun yang lalu. Ceritanya waktu itu saya dan Agus baru saja turun dari angkutan umum. Lalu kami berdua harus jalan sebentar ke tempat lain untuk naik angkutan umum lagi. (Rumah saya agak jauh, jadi harus naik angkot 2 kali).


ketika kami sedang berjalan di trotoar, ada seorang pengendara sepeda motor menghampiri kami. Dia memanggil ke teman saya Agus. Saya pikir, pengendara motor yang ternyata seorang bapak-bapak itu adalah orang yang Agus kenal (saudaranya atau kerabat dekatnya mungkin).
Bapak  itu bertanya nama kepada Agus dan menanyakan dimana sekolahnya. Saya yang berada di belakang Agus tidak ditanya sama sekali. Makannya waktu itu saya hanya mendengarkan bapak itu berbicara kepada Agus. 

Saya mendengar kalau bapak itu bilang ia kenal dekat dengan guru olahraga kami dan mengatakan kalau dia sedang sakit. Bapak itu begitu spesifik berbicara soal guru olahraga kami. Kemudian, ia turun dari motornya. Lalu mengajak kami duduk di kursi yang ada di pinggiran toko.

Bapak itu kemudian berbicara pada saya (akhirnya ditanya juga) tentang guru olahraga kami itu. Ia berkata kata kalau guru olahraga kami terlibat kecelakaan. Dengan ekpresi yang meyakinkan bapak itu menggambarkan keadaan guru olahraga kami yang katanya terkujur kaku di rumah sakit.

Lalu, bapak itu mengajak kami untuk ikut dengannya. Katanya, kami mesti menengok guru olahraga kami segera. Dengan baik hati, dia mengatakan bahwa dia akan mengantarkan kami ke rumah sakit tempat guru olahraga kami dirawat. Ia juga berjanji setelah menengok guru olahraga, kami akan diantarkan pulang.

Saya tak begitu saja percaya dengan perkataan bapak itu. Saya cukup realistis akan hal itu. Kalau pun guru olahraga kami itu kecelakaan, pasti beberapa guru kami yang lain sudah memberi tahu pada kami (siswa siswa nya). Dan yang menjadi pertanyaan, untuk apa bapak itu memberi tahu kami tentang keadaan guru olahraga kami? Kalau pun guru olahraga kami kecelakaan harusnya orang yang pertama kali dicari itu ya keluarga, saudara atau orang terdekatnya (seperti rekan guru mungkin). 

Untuk apa dia memberi tahu pada kami dulu? 

saya mulai curiga dengan bapak ini. kemudian saya menarik-narik seragam Agus dari belakang, maksudnya memberi dia isyarat kalau lebih baik kita menolak ajakannya saja. Agus pun mengerti dengan isyarat saya. Akhirnya secara halus kami menolak ajakannya menengok guru olahraga kami (yang katanya) berada di rumah sakit.

Untungnya, bapak itu tidak memaksa dan langsung pergi. Belum sampai disitu. Diam-diam kami memperhatikan plat nomor motornya lalu menuliskannya. Yang ada dipikiran saya waktu itu, dengan menuliskan plat nomor motornya, kami mungkin bisa mengetahui keberadaanya melalui polisi. Ya siapa tahu saja kalau bapak mencurigakan itu benar benar seorang penculik, kan? Tapi akhirnya plat nomor yang saya tulis itu ngebangke. Padahal saya sudah membayangkan hal-hal heroik yang mungkin saja terjadi.
Diberdayakan oleh Blogger.